Kisah ini
terjadi sekitar awal Januari, dimana waktu itu aku sedang sendiri di rumah,
sedang nonton TV tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara bel berbunyi.
“Kringg.. kring..” suara bel berbunyi itu membuat aku terkejut.
Kemudian aku membuka pintu, aku melihat seorang gadis berdiri
menggunakan baju kaos berwarna putih dan rok mini berwarna hijau sampai ke
lutut, wajahnya cantik dan sedap dipandang mata.
Aku bertanya, “Cari siapa dik..?”
Dia balas dengan bertanya, “Benarkah ini rumah paman Rizal..?”
Aku terkejut, karena nama yang dia sebutkan adalah nama papaku. Kemudian aku bertanya lagi. “Adik ini siapa?”
Aku terkejut, karena nama yang dia sebutkan adalah nama papaku. Kemudian aku bertanya lagi. “Adik ini siapa?”
Dia hanya tersenyum. Senyumannya manis sekali, lalu aku jawab,
“Benar, ini rumah paman Rizal,” sambungku lagi. Dan sekali lagi dia tersenyum,
manis sekali, membuat hatiku dag dig dug.
Aku bertanya lagi, “Adik ini siapa sih..?”
Sambil terseyum dia memperkenalkan dirinya, “Namaku Lisa,”
kata-katanya terhenti,
“Aku datang kemari disuruh mama untuk menyampaikan sesuatu untuk
paman Rizal.”
“Oh iyah..” aku sampai lupa mempersilakan dia masuk ke rumah. Lalu kusuruh dia masuk.
“Silakan masuk,” kataku.
“Oh iyah..” aku sampai lupa mempersilakan dia masuk ke rumah. Lalu kusuruh dia masuk.
“Silakan masuk,” kataku.
Aku persilakan dia masuk, “Kan ngga enak bicara di depan pintu,
apa lagi tamu.”
Setelah berbicara sebenter di depan pintu, dia masuk dan duduk
di kursi ruang tamu. Setelah kupersilakan duduk, aku mulai bertanya lagi
tentang dia, dan siapa dia bagaimana hubungannya dengan papaku.
“Kalau boleh tau, adik ini siapa yah..?”
“Hihihi..” dia tertawa, aku jadi heran, tetapi dia malah tertawa.
“Kalau ngga salah, pasti abang ini bang.. Sultan yah?” sambungnya.
“Hihihi..” dia tertawa, aku jadi heran, tetapi dia malah tertawa.
“Kalau ngga salah, pasti abang ini bang.. Sultan yah?” sambungnya.
Aku terkejut, dari mana dia tahu namaku, lalu aku bertanya, “Kog
adik tau nama abang?”
Lalu dia tertawa lagi, “Hihihi… ..tau dong.”
“Masa abang lupa sama aku?” lanjutnya. “Aku Lisa, bang. Aku anaknya tante Maria,” celotehnya menjelaskan.
Aku terkejut, “..ah.. jadi kamu anaknya tante Maria?” tambahku.
Lalu dia tertawa lagi, “Hihihi… ..tau dong.”
“Masa abang lupa sama aku?” lanjutnya. “Aku Lisa, bang. Aku anaknya tante Maria,” celotehnya menjelaskan.
Aku terkejut, “..ah.. jadi kamu anaknya tante Maria?” tambahku.
Aku jadi termangu. Aku baru ingat kalau tante Maria punya anak,
namanya Lisa. Waktu itu aku masih SMP kelas 3 dan Lisa kelas 1 SMP. Kami dulu
sering bermain di taman bersama. Waktu itu kami belum tahu tentang apa yang
namanya cinta/sex dan kami tidak berjumpa lagi karena waktu itu aku pergi ke
Australia sekitar 2 tahun.
Sekembalinya dari Australia aku tidak pernah ke rumahnya karena
sibuk sekolah. Sudah kira-kira 3 tahun kami tidak berjumpa, sampai aku
mahasiswa tingkat 2, aku tidak ingat namanya lagi, kini bertemu sudah besar dan
cantik lagi.
Lalu kubertanya kembali menghamburkan lamunanku sendiri,
“Bagaimana kabar mamamu?” tanyaku.
“Baik…” jawabnya.
“Baik…” jawabnya.
Kemudian dia mengulangi maksud dan tujuannya. Katanya, papaku
diminta mamanya untuk datang ke rumahnya untuk membicarakan sesuatu hal.
Lalu aku balik bertanya dengan penasaran, “Kira-kira yang akan
dibicarakan apa sih..?”
Dia menjawab sambil tersenyum manis nan menggoda. Sambil tersenyum, aku memperhatikan dirinya penasaran.
Dia menjawab sambil tersenyum manis nan menggoda. Sambil tersenyum, aku memperhatikan dirinya penasaran.
Tiba-tiba dia bicara, “Ternyata abang ganteng deh, ternyata mama
ngga salah bilang.”
Aku jadi salah tingkah dan wajahku memerah karena dipuji. Adik
ini ada-ada saja pikirku. Kemudian aku sambut kata-katanya, “Ternyata tante
Maria punya anak cantik juga.” dia hanya tersenyum saja.
“Paman Rizal kemana bang?” dia bertanya membuka keheningan.
“Belum pulang kerja.” jawabku.
“Hmmm…” gumamnya.
“Ya udah deh, titip pesen aja gitu tadi, ya bang!” memastikan.
“Iya… oke.” jawabku pasti.
“Jangan lupa yah..!” lebih memastikan.
“Iya..” aku tegaskan lagi.
“Belum pulang kerja.” jawabku.
“Hmmm…” gumamnya.
“Ya udah deh, titip pesen aja gitu tadi, ya bang!” memastikan.
“Iya… oke.” jawabku pasti.
“Jangan lupa yah..!” lebih memastikan.
“Iya..” aku tegaskan lagi.
“Oke deh.. kalau gitu Lisa pamit dulu yah.. ngga bisa lama-lama
nih.. mama bilang jangan lama-lama.” jelasnya. “Pamit yah bang!” tambahnya.
“Oke deh,” mengiyakan. “Hati-hati yah!” sambungku seperti cowok-cowok lain pada cewek umumnya.
“Oke deh,” mengiyakan. “Hati-hati yah!” sambungku seperti cowok-cowok lain pada cewek umumnya.
Dia hanya tersenyum menjawabnya, “Iya bang…”
Nah, detik itu jugalah momen itu terjadi. Tidak tahu kenapa dia
tiba-tiba menarik tanganku dan mencium pipiku. Bercampur rasa bingung dan asyik
di hatiku.
“Waduh… buat apa itu tadi?” tanyaku bodoh. Dia hanya tersenyum.
“Abang ganteng deh,” jelasnya sambil melepaskan pegangan tangannya.
“Abang ganteng deh,” jelasnya sambil melepaskan pegangan tangannya.
Nah, itu dia, karena menurutku aji mumpung perlu diterapkan, aku
menangkap tangannya dan balik mencium pipinya. Dia menjadi kaget dan aku hanya
tersenyum saja, memasang wajah innocent yang jauh dari sempurna.
Balas dendam pikirku. Karena kepalang keasyikan dan sudah timbul
nafsu. Aku memberanikan diri lagi untuk mencium bibirnya mengusik kediamannya
karena kaget pada ciuman pertamaku tadi.
“Mumpung rumah sepi… kesempatan nih..” pikirku dalam hati.
Aku memberanikan diri untuk lebih lagi dengan meraba tonjolan yang ada di dadanya yang terbungkus bra dari luar.
Dia mendesah, “..ahh..hem..”
Aku memberanikan diri untuk lebih lagi dengan meraba tonjolan yang ada di dadanya yang terbungkus bra dari luar.
Dia mendesah, “..ahh..hem..”
Tonjolannya agak lumayan kalau tidak salah taksir, kira-kira 32b
besarnya. Karena sudah sangat bernafsu, dan ego kelelakianku meningkat, hasrat
itu pun timbul. Aku belai tubuhnya perlahan dan terus menaik sampai ke
lehernya. Kubuka baju yang dia pakai hingga terlepas. Dan aku terus meraba
bongkongnya yang lumayan juga besarnya kalau tidak salah taksir dapurnya
kira-kira 61.
“Seperti penyanyi saja,” gumamku dalam hati.
Karena keadaan kurang memungkinkan, kugendong dia ke kamarku
sambil kami berciuman terus. Kurebahkan dia di kasur dan kutindih dia. Kubuka
perlahan-lahan kaos yang dia pakai dan BH-nya aku buka hingga polos. Terpampang
di depanku sebuah pemandangan yang indah, sebuah gunung dua yang sangat indah
dengan pucuknya berwarna merah ranum.
Aku dengan rakusnya meremas dan mengulum kanan dan kiri.
Tanganku dengan aktif terus menjalar ke rok yang dia pakai. Perlahan-lahan aku
turunkan hingga terbuka semuanya. Aku melihat kodam (kolor,dalam) warna putih
dengan berenda bunga. Kubuka perlahan-lahan dengan sabar, hati-hati dan lembut.
Tiba-tiba dia menepis tanganku.
“Jangan bang..! Jangan bang..!” dia memohon, tetapi aku yang
sudah dirasuki setan tidak ambil pikir.
Kemudian kucium bibirnya dan kuremas kembali gunungnya. Dia
terangsang. Kucoba mengulang kembali, kutarik kodamnya (kolor,dalam)
perlahan-lahan. Dia tidak menepis tanganku, terus kubuka dan kuterpana melihat
pemandangan yang begitu indah yang tidak bisa dikatakan dengan kata-kata. Aku
melihat sebuah kemaluan yang masih gundul yang hanya dikelilingi dengan rambut
yang masih belum lebat.
Kusibak hutan yang masih agak gundul. Ada cairan bening yang
keluar dari dalam hutannya. Dia sudah terangsang. Kubuka bajuku tergesa-gesa.
Pakaianku hanya tinggal kodam (kolor dalam) saja tetapi Ucokku (kejantananku)
sudah mau lompat saja, ingin mencari sasaran.
Sudah tidak tahan ucokku sehingga aku langsung meraba hutannya.
Kusibak (buka) hutannya dan aku menciumnya. Kemudian kujilat semacam daging
yang keluar dari kemaluannya. Kujilat terus kelentitnya hingga dia meyilangkan
kakinya ke leherku.
“Ahh.. ohh.. yaa..” desahnya.
Kumasukan jari tanganku satu dan kukorek-korek dalam hutanya.
Dia semakin merapatkan kakinya ke leherku sehingga mukaku terbenam dalam
hutannya. Aku tidak bisa bernafas. Aku terus hajar hutannya.
“Hauhh.. ahh.. yahh.. huhhh..” terdengar suara desahya.
Aku terus hisap sehingga timbul suara yang entah dia dengar atau
tidak. Kemudian perlahan-lahan kakinya agak melonggar sehingga aku bisa nafas
dengan bebas kembali. Aku terus menghisap dalam hutannya. Setelah puas
kubermain di hutanya, kuhisap lagi gunung kembarnya, kiri dan kanan.
“Bang.. aku udah ngga tahan nih.. mau keluar..” desahnya.
Kupercepat lagi hisapanku, dia merintih.
Kupercepat lagi hisapanku, dia merintih.
“Ahh.. oohhh.. yahh.. serrrr..” dia lemas. Ternyata dia sudah
klimaks.
Kubuka kodamku dan kejantananku ini kukeluarkan. Taksiranku,
kejantananku kira-kira 14 cm panjangnya kalau sudah tegang. Kubimbing
kejantananku (ucok) ke arah hutannya. Kugesek-gesekan kejantananku pada liang
kelaminnya, kusodok perlahan-lahan.
Awalnya meleset, tidak masuk. Wah, ternyata dia masih perawan. Kucoba lagi
perlahan-lahan, tidak juga bisa masuk. Kuberi air ludah ke batang kejantananku
agar tambah licin. Kemudian kucoba lagi, hanya masuk ujung kepalanya saja, dia
merintih.
“Aduh.. sakit bang.. sakit..” rintihnya.
Aku berhenti sejenak, tidak melanjutkan sodokanku, kukulum lagi
gunungnya, dadanya terangkat ke atas. Tidak lama dia terangsang lagi, lalu
kucoba lagi untuk meyodok (seperti permainan bola billyard).
Kusodok terus dengan hati-hati, aku tidak lupa memberi ludahku
ke kejantananku. Karena hutannya becek akibat klimaks tadi jadi agak licin
sehingga kepala kejantananku bisa masuk dia merintih.
“Aduh.. sakit bang…”
“Tahan dikit yah.. adikku manis.. ngga sakit kok.. cuman
sebentar aja sakitnya…” bisikku di daun telinganya. Dia diam saja. Kusodok
lagi, akhirnya masuk juga kepala si ucok, terus kusodok agak keras biar masuk
semua.
“Slupp.. blesss..” dan akhirnya masuk juga ucokku. Dia menggigit
bibirnya menahan sakit. Karena kulihat dia menahan sakit aku berhenti menunggu
dia tidak kesakitan lagi. Ucokku masih terbenam dalam hutannya, kulihat dia
tidak menggigit bibirnya lagi. Kusodok lagi ucokku perlahan-lahan dan lembut,
ternyata dia meresapinya dan kembali terangsang. Kusodok terus.
“Ahh.. auuohhh.. yahh.. terus bang..” pintanya karena dia
teransang hebat sambil mengoyangkan pinggulnya ke kiri kanan. Rupanya dia sudah
tidak kesakitan lagi. Semakin kuat kusodok.
“Auoohhh.. ahhh.. yahh.. uhhh.. terus bang!” kakinya dililitkan
ke leherku.
“Ahh.. yaa..” rintihnya lagi, terus kusodok agak keras.
“Ahh.. yaa..” rintihnya lagi, terus kusodok agak keras.
“Selupp.. selup..” suara ucokku keluar masuk, aku juga merasakan
ada denyutan dalam hutannya seperti menghisap (menarik) ucokku. Rasanya tidak
bisa dikatakan dengan kata-kata.
“Yahh.. aouuhh… yahh..” suaraku tanpa sadar karena nikmatnya.
“Bang.. enak bang.” kusodok terus.
“Uohh.. ahhh.. yahh.. terusss bang! Yahh.. yahh.. ngga tahan nih bang..” dia terus berkicau keenakan, “oohh.. yahh… aouuhh.. yaa.. i coming.. yes..” terus dia berkicau
“Bang.. enak bang.” kusodok terus.
“Uohh.. ahhh.. yahh.. terusss bang! Yahh.. yahh.. ngga tahan nih bang..” dia terus berkicau keenakan, “oohh.. yahh… aouuhh.. yaa.. i coming.. yes..” terus dia berkicau
Entah apa katanya, aku tidak tahu karena aku juga merasakan
sedotan dalam hutanya semakin kuat. Dia meremas kain penutup tilam sampai
koyak. Aku terus meyodok dan terus tidak henti-henti.
“Aouhhh.. ahhh.. yahh.. yaa.. mau keluar nih bang..” dan,
“Slerrrr…” dia keluar, terasa di kepala ucokku. Dia klimaks yang kedua kalinya.
Aku terus memacu terus mengejar klimaksku, “Yahh.. aouuu..
yahh..” ada denyutan di kepala ucokku.
“Yahh.. ahhh..” aku keluar, kutarik ucokku keluar, kuarahkan ke
perutnya.
Air maniku sampai 3x menyemprot, banyak juga maniku yang keluar, lalu kukecup keningnya.
“Terima kasih..” aku ucapkan.
Air maniku sampai 3x menyemprot, banyak juga maniku yang keluar, lalu kukecup keningnya.
“Terima kasih..” aku ucapkan.
Kulihat ada bercak darah di sprei tilam, ternyata darah
perawanya. Lalu kuajak dia membersihkan diri di kamar mandi, dia mengangguk.
Kami mandi bersama. Tiba-tiba ucokku bangkit lagi melihat bongkongnya yang
padat dan kenyal itu. Kutarik bokongnya dan kutunggingkan. Kusodok dari
belakang.
“Aduh..” gumamnya karena masih agak sempit dan masih terasa
ngilu karena baru hilang keperawanannya.
Dia terangsang kembali, kuremas gunung kembarnya, aku berdengus.
“Ahh.. aouhhh.. yaaa.”
“Crottt.. croottt.. crottt..” kukeluarkan maniku dan kutumpahkan
di bokongnya.
Kami terus bermain sampai 3 kali. Aku teringat kalau sebentar
lagi mama akan pulang, lalu kusuruh cepat-cepat si Lisa mandi dan mengenakan
pakaiannya. Kami tersenyum puas.
“Terima kasih yah bang,” aku tersenyum saja dan aku mencium
bibirnya lagi serta membisikkan ke telinganya, “Kapan-kapan kita main lagi
yah!”
Dia hanya tersenyum dan, “..iya,” jawabnya.
Setelah berpakain dan merapihkan diri, kuantar dia ke depan
rumah. Dan ciuman manis di bibir tidak lupa dia berikan kepadaku sebelum pergi.
Aku hanya bisa melihat dia berjalan pergi dengan langkah yang agak tertatih
karena merasakan nyeri di selangkangannya.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Cerita Dewasa
Label:
Cerita Dewasa
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Download our application and find hundreds of romantic adult stories that are ready to make you drown in the plot. For complete information, visit our website https://ceritazeks.wordpress.com/
BalasHapus