Namaku Diana, tinggi 160 sentimeter, berat 56 kilogram, lingkar
pinggang 65 sentimeter. Secara keseluruhan, sosokku kencang, garis tubuhku
tampak bila mengenakan pakaian yang ketat terutama pakaian senam. Aku adalah
Ibu dari dua anak berusia 44 tahun dan bekerja sebagai seorang guru disebuah
SLTA di kota S.
Kata orang tahi lalat di daguku seperti Berliana Febriyanti, dan bentuk tubuhku mirip Minati Atmanegara yang tetap kencang di usia yang semakin menua. Mungkin mereka ada benarnya, tetapi aku memiliki payudara yang lebih besar sehingga terlihat lebih menggairahkan dibanding artis yang kedua. Semua karunia itu kudapat dengan olahraga yang teratur.
Kira-kira 6 tahun yang lalu saat usiaku masih 38 tahun salah
seorang sehabatku menitipkan anaknya yang ingin kuliah di tempatku, karena ia
teman baikku dan suamiku tidak keberatan akhirnya aku menyetujuinya. Nama
pemuda itu Saher, kulitnya kuning langsat dengan tinggi 173 cm. Badannya kurus
kekar karena Saher seorang atlit karate di tempatnya. Oh ya, Saher ini pernah
menjadi muridku saat aku masih menjadi guru SMA.
Saher sangat sopan dan tahu diri. Dia banyak membantu pekerjaan
rumah dan sering menemani atau mengantar kedua anakku jika ingin bepergian.
Dalam waktu sebulan saja dia sudah menyatu dengan keluargaku, bahkan suamiku
sering mengajaknya main tenis bersama. Aku juga menjadi terbiasa dengan
kehadirannya, awalnya aku sangat menjaga penampilanku bila di depannya. Aku
tidak malu lagi mengenakan baju kaos ketat yang bagian dadanya agak rendah,
lagi pula Saher memperlihatkan sikap yang wajar jika aku mengenakan pakaian
yang agak menonjolkan keindahan garis tubuhku.
Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya, suamiku mendapat tugas
sekolah S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku sangat berat melepasnya,
karena aku bingung bagaimana menyalurkan kebutuhan sex-ku yang masih
menggebu-gebu. Walau usiaku sudah tidak muda lagi, tapi aku rutin melakukannya
dengan suamiku, paling tidak seminggu 5 kali. Mungkin itu karena olahraga yang
selalu aku jalankan, sehingga hasrat tubuhku masih seperti anak muda. Dan kini
dengan kepergiannya otomatis aku harus menahan diri.
Awalnya biasa saja, tapi setelah 2 bulan kesepian yang amat
sangat menyerangku. Itu membuat aku menjadi uring-uringan dan menjadi
malas-malasan. Seperti minggu pagi itu, walau jam telah menunjukkan angka 9.
Karena kemarin kedua anakku minta diantar bermalam di rumah nenek mereka,
sehingga hari ini aku ingin tidur sepuas-puasnya. Setelah makan, aku lalu
tidur-tiduran di sofa di depan TV. Tak lama terdengar suara pintu dIbuka dari
kamar Saher.
Kudengar suara langkahnya mendekatiku.
“Bu Asmi..?” Suaranya berbisik, aku diam saja. Kupejamkan mataku
makin erat. Setelah beberapa saat lengang, tiba-tiba aku tercekat ketika
merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip melalui sudut mataku, ternyata Saher sudah
berdiri di samping ranjangku, dan matanya sedang tertuju menatap tubuhku,
tangannya memegang bagian bawah gaunku, aku lupa kalau aku sedang mengenakan
baju tidur yang tipis, apa lagi tidur telentang pula. Hatiku menjadi
berdebar-debar tak karuan, aku terus berpura-pura tertidur.
“Bu Asmi..?” Suara Saher terdengar keras, kukira dia ingin
memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tidak.
Aku memutuskan untuk pura-pura tidur. Kurasakan gaun tidurku
tersingkap semua sampai keleher.
Lalu kurasakan Saher mengelus bibirku, jantungku seperti
melompat, aku mencoba tetap tenang agar pemuda itu tidak curiga. Kurasakan lagi
tangan itu mengelus-elus ketiakku, karena tanganku masuk ke dalam bantal
otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi, wajah pemuda itu dekat sekali dengan
wajahku, tapi aku yakin ia belum tahu kalau aku pura-pura tertidur kuatur napas
selembut mungkin.
Lalu kurasakan tangannya menelusuri leherku, bulu kudukku
meremang geli, aku mencoba bertahan, aku ingin tahu apa yang ingin dilakukannya
terhadap tubuhku. Tak lama kemuadian aku merasakan tangannya meraba buah dadaku
yang masih tertutup BH berwarna hitam, mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku
tetap diam sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai
diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di
dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran
seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.
Sekarang tangan Saher sedang berusaha membuka kancing BH-ku dari
depan, tak lama kemudian kurasakan tangan dingin pemuda itu meremas dan memilin
puting susuku. Aku ingin merintih nikmat tapi nanti amalah membuatnya takut,
jadi kurasakan remasannya dalam diam. Kurasakan tangannya gemetar saat memencet
puting susuku, kulirik pelan, kulihat Saher mendekatkan wajahnya ke arah buah
dadaku. Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat
merasakan kenikmatan isapannya, aku terus bertahan. Kulirik puting susuku yang
berwarna merah tua sudah mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus menyedot
puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur aduk tidak
karuan, nikmat sekali.
Tangan kanan Saher mulai menelusuri selangkanganku, lalu
kurasakan jarinya meraba vaginaku yang masih tertutup CD, aku tak tahu apakah
vaginaku sudah basah apa belum. Yang jelas jari-jari Saher menekan-nekan lubang
vaginaku dari luar CD, lalu kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku.
Jantungku berdetak keras sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku.
Jari-jari Saher mencoba memasuki lubang vaginaku, lalu kurasakan jarinya amblas
masuk ke dalam, wah nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Saherwaraku, aku sudah
tak tahan lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.
“Saher!! Ngapain kamu?”
Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan Saher menekan pundakku
dengan keras. Tiba-tiba Saher mecium mulutku secepat kilat, aku berusaha
memberontak dengan mengerahkan seluruh tenagaku. Tapi Saher makin keras menekan
pundakku, malah sekarang pemuda itu menindih tubuhku, aku kesulitan bernapas
ditindih tubuhnya yang besar dan kekar berotot. Kurasakan mulutnya kembali
melumat mulutku, lidahnya masuk ke dalam mulutku, tapi aku pura-pura menolak.
“Bu.., maafkan saya. Sudah lama saya ingin merasakan ini,
maafkan saya Bu… ” Saher melepaskan ciumannya lalu memandangku dengan pandangan
meminta.
“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yang masih muda. Ibukan
sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dengan Bu Asmi.. Saat SMA saya
sering mengintip BH yang Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,”
jawab Saher.
“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”
Aku pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah
tidak tahan ingin dijamah olehnya.
Lalu Saher melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni
permainan lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya
semakin membara, aku minta izin ke WC yang ada di dalam kamar tidurku. Di dalam
kamar mandi, kubuka semua pakaian yang ada di tubuhku, kupandangi badanku di
cermin. Benarkah pemuda seperti Saher terangsang melihat tubuhku ini? Perduli
amat yang penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dengan remaja
yang masih panas.
Keluar dari kamar mandi, Saher persis masuk kamar. Matanya
terbeliak melihat tubuh sintalku yang tidak berpenutup sehelai benangpun.
“Body Ibu bagus banget.. ” dia memuji sembari mengecup putting
susuku yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku disandarkannya di tembok depan
kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga,
leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan
diciumi. Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dengan ujung lidah,
juga dikenyot-kenyot dengan sangat bernafsu.
“Ibu hebat…,” desisnya.
“Apanya yang hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Saher
yang panjang seleher.
“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SMA dulu”
Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.
“Itu karena Ibu teratur olahraga” jawabku sembari meremas
tonjolan kemaluannya. Dengan bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya.
Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki
mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut meraih
batang penisnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.
Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Saher minta gantian, dia
ingin mengerjai vaginaku.
“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain penis kamu San!”
Cegahku sambil menciumnya.
Saher tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.
“Kamu juga sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil
mencubit perutnya yang berotot.
Saher tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman
rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Saher pintar sekali
bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Terasa
vaginaku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak sabar menanti
terobosan batang kemaluan Saher yang besar.
Berbeda dengan suamiku, Saher nampaknya lebih sabar. Dia tidak
segera memasukkan batang penisnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku.
Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua
pahaku bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke
tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.
Saher menyelipkan tangan kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami
berimpitan dengan posisi aku membelakangi Saher, lalu diremas-remasnya buah
dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku.
Sementara itu tangan kanannya mengusap-usap vaginaku dari belakang. Terasa jari
tengahnya menyusup lembut ke dalam liang vaginaku yang basah merekah.
“Vagina Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia
berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya
pun sama tingginya dengan aku. Aku tidak bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan
saja apapun yang dilakukan Saher, hingga terasa tangan kanannya bergerak
mengangkat sebelah pahaku.
Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat lagi membuka. Terasa
nafas Saher semakin memburu, sementara ujung lidahnya menggelitiki lubang
telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara
yang kanan mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda
tumpul menyeruak masuk ke liang vaginaku dari arah belakang. Oh, my God, dia
telah memasukkan rudalnya…!!!
Sejenak aku tidak dapat bereaksi sama sekali, melainkan hanya
menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang kemaluan Saher
memasuki liang vaginaku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku
langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Saher mulai memaju mundurkan tongkat
wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.
“Saann, penismu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.
Saher tidak menjawab, melainkan terus memaju mundurkan rudalnya.
Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku semakin
menjerit-jerit dibuatnya. Batang penisnya yang besar itu seperti hendak
membongkar liang vaginaku sampai ke dasar.
“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Saher malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku.
Aku semakin erotis.
“Aahh, penismu…, oohh, aarrghh…, penismuu…, oohh…!!!”
Saher terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi
dengan batang penis yang luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh
dengan posisi menyamping, nampaknya Saher sama sekali tidak kesulitan
menyodokkan batang kemaluannya pada vaginaku. Orgasmeku cepat sekali terasa
akan meledak.
“Ibu mau keluar! Ibu mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit.
“Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ‘bercinta’ sama
Ibu!” Saher menyodok-nyodok semakin kencang. Prediksi Bola
“Sodok terus, Saann!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”
“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus penismuuu…!”
“Oh, ah, uuugghhh… ”
“Enaaak…, penis kamu enak, penis kamu sedap, yahhh, teruuusss…”
Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Saher,
kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus
tinggi-tinggi. Terasa vaginaku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!
Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat
yang tidak terkatakan. Mungkin sudah ada lima tahun aku tak merasakan
kenikmatan seperti ini. Saher mengecup-ngecup pipi serta daun telingaku.
Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian dia memintaku
menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum mencapai orgasme.
Kuturuti permintaan Saher. Dengan agak lunglai akibat orgasme
yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Saher mengikuti
gerakanku, batang kemaluannya yang besar dan panjang itu tetap menancap dalam
vaginaku.
Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun pinggulnya. Ternyata dia
luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan gerak pinggulnya satu-dua secara
teratur, seakan-akan kami baru saja memulai permainan, padahal tentu perjalanan
birahinya sudah cukup tinggi tadi.
Aku menikmati gerakan maju-mundur penis Saher dengan diam.
Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak berapa lama, vaginaku mulai
terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Saher segera
menunduk, dikecupnya pipiku.
“San.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir
keluar,” kataku terus terang.
“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di
telingaku.
Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Saher
mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti
mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku
perlahan, ke kiri dan ke kanan.
Saher melenguh. Diremasnya kedua bongkah pantatku, lalu
gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kemaluannya yang luar biasa keras
menghunjam-hunjam vaginaku. Aku mulai mengerang-erang lagi.
“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, penismu enak bangeett… Ssann!!”
Saher tidak bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat.
Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku
merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Saher pun kali ini segera akan mencapai
klimaks. Maka kuimbangi gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku cepat-cepat.
Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan dengan gerakan
Saher. Pemuda itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera akan orgasme.
Tiba-tiba Saher menyuruhku berbalik. Dicabutnya penisnya dari
kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah
mengangkatnya. Saher langsung menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada
pahaku. Kedua kakiku menekuk mengangkang. Saher memegang kedua kakiku di bawah
lutut, lalu batang penisnya yang keras menghunjam mulut vaginaku yang menganga.
“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.
“Aku hampir keluar!” Saher bergumam. Gerakannya langsung cepat
dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah
saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Saher. Kedua tanganku
mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!”
Saher
“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ”
“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga
mau keluarr!”
“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau
keluaaar…!”
“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak enak, Ibu enak, Saann…,
aku mau keluar, aku mau keluar, vaginaku keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama
kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”
Tubuhku mengejang sesaat sementara otot vaginaku terasa
berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan nikmatnya
orgasme. Pada saat bersamaan, Saher menekan kuat-kuat, menghunjamkan batang
kemaluannya dalam-dalam di liang vaginaku.
“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya
menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam vaginaku. Nikmatnya tak terkatakan,
indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti itu.
Lalu tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan kami masih
terus bertautan. Saher memelukku mesra sekali. Sejenak kami sama-sama sIbuk
mengatur nafas.
“Enak banget,” bisik Saher beberapa saat kemudian.
“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Saher
bergerak-gerak di dalam vaginaku.
“Vagina Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”
“Apalagi penis kamu…, gede, keras, dalemmm…”
Saher bergerak menciumi aku lagi. Kali ini diangkatnya tangan
kananku, lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku mengikik kegelian. Saher
menjilati keringat yang membasahi ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi kemudian
lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku.
Saher lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku
dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Saher karena
kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Saher mengangkat
wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,
“Aku bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu juga suka
kan?”
Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Saher sebagai
jawaban. Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di
sore hari malamnya Saher kembali meminta jatah dariku. Sedikitnya malam itu ada
3 ronde tambahan yang kami mainkan dengan entah berapa kali aku mencapai
orgasme. Yang jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak
bertenaga.
Hampir tidak tidur sama sekali, tapi aku tetap pergi ke sekolah.
Di sekolah rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman banyak yang mengira aku sakit,
padahal aku justru sedang happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dengan bekas
muridku yang perkasa.
Komentar
Posting Komentar